Secara sosial, tak mungkin ada lagi yang bisa menyelamatkan Ahok. Ketajaman lidah, kesombongan, keplin-planan, keangkuhan, dan kebengisannya terhadap masyarakat Jakarta, terutama penduduk yang digusur sulit dilupakan.
Secara budaya, apalagi. Betapa Ahok sangat arogan menginjak kaum Betawi, yang notabene pemilik Jakarta. Pertanyannya, bagaimana secara hukum? Walau telanjang pembelaan terhadap Ahok dibandingkan kasus serupa sebelumnya, tetap saja Ahok tak akan bisa lolos.
Penguasa boleh membelanya. Konsekuensinya, masyarakat takkan pernah lagi percaya kepada penegak hukum. Sebaliknya, semakin hukum membela, semakin bangkit persatuan umat. Semakin menguat kekuatan rakyat.
Pemerintah kini dibenturkan pada dua pilihan: mempertahankan Ahok atau kepercayaan publik.
Apa pun itu, sejarah membuktikan, siapa pun yang menistakan Islam, ia akan tenggelam. Bahkan, fakta itu selalu terjadi sejak era Kenabian. Bukan hanya dalam sejarah perjalanan Nusantara. Hanya waktu dan cara yang membedakannya.
Ahok masih berharap pilgub? Itu sama saja buang-buang waktu dan biaya. Hanya kecurangan yang sanggup memenangkannya. Dan risiko itu tak mungkin diambil bandar. Cukup sudah bangsa ini dibentur-benturkan.
Kita kembalikan lagi tatanan ajeg di Ibu Kota dan Indonesia. Semakin umat diinjak, semakin kuat persatuan. Itu adalah panggilan jiwa dari Sang Maha, sunatullah, yang takkan mampu manusia dan seluruh makhluk di Bumi mengubahnya.
Satu tugas pihak independen yang kiranya patut dilakukan: membuka kembali catatan medis dan psikologis Ahok dan perlihatkan kepada publik. Selamat tinggal Ahok, selamat datang persatuan. Shalaallahu alaa Muhammad.
Secara budaya, apalagi. Betapa Ahok sangat arogan menginjak kaum Betawi, yang notabene pemilik Jakarta. Pertanyannya, bagaimana secara hukum? Walau telanjang pembelaan terhadap Ahok dibandingkan kasus serupa sebelumnya, tetap saja Ahok tak akan bisa lolos.
Penguasa boleh membelanya. Konsekuensinya, masyarakat takkan pernah lagi percaya kepada penegak hukum. Sebaliknya, semakin hukum membela, semakin bangkit persatuan umat. Semakin menguat kekuatan rakyat.
Pemerintah kini dibenturkan pada dua pilihan: mempertahankan Ahok atau kepercayaan publik.
Apa pun itu, sejarah membuktikan, siapa pun yang menistakan Islam, ia akan tenggelam. Bahkan, fakta itu selalu terjadi sejak era Kenabian. Bukan hanya dalam sejarah perjalanan Nusantara. Hanya waktu dan cara yang membedakannya.
Ahok masih berharap pilgub? Itu sama saja buang-buang waktu dan biaya. Hanya kecurangan yang sanggup memenangkannya. Dan risiko itu tak mungkin diambil bandar. Cukup sudah bangsa ini dibentur-benturkan.
Kita kembalikan lagi tatanan ajeg di Ibu Kota dan Indonesia. Semakin umat diinjak, semakin kuat persatuan. Itu adalah panggilan jiwa dari Sang Maha, sunatullah, yang takkan mampu manusia dan seluruh makhluk di Bumi mengubahnya.
Satu tugas pihak independen yang kiranya patut dilakukan: membuka kembali catatan medis dan psikologis Ahok dan perlihatkan kepada publik. Selamat tinggal Ahok, selamat datang persatuan. Shalaallahu alaa Muhammad.
*) Pemerhati sosial